27/07/07

Ikhlas tingkat lanjutan

Di sela waktu break sebuah acara seminar di salah satu hotel, saya pergi ke toilet. Ternyata toilet sudah penuh, pintunya tertutup semua. Terpaksa menunggu. Untungnya tidak sampai satu menit menunggu salah satu pintu toilet terbuka dan keluarlah seseorang yang ternyata juga sama-sama peserta seminar dari perusahaan lain tapi saya sudah mengenalnya cukup lama.
“Loh pak sampeyan..? Sudah selesai..? Tanya saya.

“Sudah pak, silahkan pak…” dia mempersilahkan saya masuk toilet sementara dia menuju ke tempat cuci tangan yang terletak hanya tiga langkah, pas di depan toilet.

Saya bergegas menuju toilet namun begitu sampai di pintunya…ala maak….(maaf ya) baunya yang tidak sedap itu lho…..langsung menusuk hidung. Saya lihat didalam toilet sih bersih tidak ada bekas air, di tempat duduk closet juga kelihatan kering. Tidak seperti kebiasaan toilet ’basah’ pada umumnya di Indonesia yang habis dipakai mesti terdapat ceceran air. Ini, toilet habis dipakai bersih…., ya tapi baunya itu…membuat saya hampir tidak tahan. Mau balik sungkan juga sama teman saya tadi yang habis memakainya.

Tiba-tiba saya punya akal-akalan untuk mengulur waktu masuk toilet. Saya berhenti didepan toilet lalu basa-basi bercanda dengan teman saya tadi, “eh..kok bersih toiletnya nggak ada bekas airnya…tadi emangnya ngapain aja di dalam toilet?”

Dia melihat saya melalui kaca didepannya sambil tetap mencuci tangannya. Sambil tersenyum dia berkata, “sudah saya bersihkan kok, tinggal pakai saja”.

“Waah baik sekali sampeyan pak…mau repot-repot membersihkan”, saya mencoba mencari omongan. “Hebat juga sampeyan, bisa gak dibutuhkan lagi tuh pegawai cleaning service hotel kalau semua orang kayak sampeyan”.

“Biasa aja….nggak urusan juga sama cleaning service…sekedar urusan pribadi saya sama yang yang diatas saja”. Wah..jawabnya religi juga nih.. “Saya duluan ya pak,” sambungnya sambil berbalik badan kearah ke saya. “Ya pak…” jawab saya singkat. Dia pun pergi meninggalkan saya.

Didalam toilet, saya teringat guyonan tentang ’ikhlas’. Ada yang pernah mencoba menjelaskan ikhlas itu dengan guyonan…(maaf lagi ya), ikhlas itu seperti orang buang hajat. Rasanya ploong setelah melakukannya dan tidak menginginkan kembali dari apa yang telah dikeluarkan. Itulah ikhlas.

Waah..saya jadi tersenyum sendiri dan merasa apa yang dilakukan teman saya tadi berarti malah bukan sekedar buang hajat namun itu adalah ikhlas tingkat lanjutan. Setelah memakai toilet untuk buang hajat, dia membersihkan toilet tanpa ada pamrih dan hasilnya bukan untuk dirinya tapi untuk siapa saja.

Mungkin itu juga merupakan bentuk disiplin pribadi yang benar-benar keluar dari dalam. Ohh…mungkin, itulah kenapa membersihkan toilet merupakan salah satu bentuk hukuman yang popular. Di sekolah, pesantren, kuil shaolin hehe..(di film sih..) bahkan di militerpun hukuman ini sangat populer dikenakan kepada anggota yang melanggar disiplin (yang ringan tentunya).

Membersihkan toilet bisa dianggap pekerjaan ringan dan sepele, namun dapat pula seseorang belajar berdisplin diri dari cara itu. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai pekerjaan yang menjijikkan, hina atau rendah. Namun ”kehinaan” dan ”kerendahan” itu pula yang merupakan bentuk penghambaan sehingga bagi hamba sejati pekerjaan itu sebenarnya adalah kemuliaan dan menjadikannya sebagai urusan pribadi antara dia dan Tuhannya.

Waah…gak bisa diremehkan nih, pekerjaan cleaning service….

2 komentar:

Toko Listrik Murah mengatakan...

jadi jangan sekali-kali kaget kalau ada orang yang ke toilet cuman buat bersihiin supaya ntar orang lain yang pakai menjadi nyaman. Karena jangan-jangan aktivitas bersih-bersih toilet itu aktivitas terakhir kita di dunia.

Semoga istiqomah

Anonim mengatakan...

Ikhlas itu tidak ada. Buktinya? Rasa "plong" yang dirasakan oleh si pelaku adalah pertanda bahwa si pelaku tidak "ikhlas". Adanya obyek sebagai tujuan ikhlas juga pertanda tidak adanya ikhlas itu sendiri. Ikhlas itu hanya isapan jempol.

Jreeengg..!