29/10/07

Takut kehilangan uang

Setelah beberapa minggu Brodin bebepergian ke kota, kini Brodin sudah kembali ke kampung halamannya. Pak Erte dan tetangga sempat kawatir dengan keadaan Brodin saat dia di kota. Namun mereka sekarang cukup lega setelah tahu Brodin telah kembali dengan selamat.

Merasa lama tidak bertemu, pagi itu Pak Erte bertandang ke rumah Brodin untuk sekedar ngobrol seperti biasanya dengan Brodin. Ketika itu Brodin sedang duduk di teras rumahnya yang sangat sederhana itu. Setelah menyampaikan salam dan disahut salam pula, Pak Erte menghampiri Brodin lalu duduk didekatnya.

”Apa Din yang kamu bawa dari kota” tanya Pak Erte. ”Saya tidak membawa apa-apa kecuali ini”, sahut Brodin sambil menunjukkan sebuah kartu kredit.

”Apa itu Din?” tanya Pak Erte yang belum pernah melihat kartu kredit sebelumnya. ”Ini namanya kartu kredit”, jawab Brodin dengan mantap.

”Untuk apa itu Din?” tanya Pak Erte tambah penasaran. Brodin lantas berusaha menjelaskan,”kartu kredit ini fungsinya sebagai pengganti uang. Kalau mau beli sesuatu, tinggal menyerahkan kartu kredit ini untuk digesek-gesek oleh penjualnya, lalu penjualnya akan memberikan kembali kartu kredit ini sekaligus menyerahkan barang yang dibeli. Jadi pembelinya tidak usah membawa uang. Enak kan Pak Erte?”

”Bagaimana kamu tahu itu semua Din?” tanya Pak Erte. ”Saya sudah melihatnya sendiri di pertokoan-pertokoan. Para wanita dan pria di kota menggunakan kartu kredit seperti ini. Saya sempat penasaran. Kemudian saya tanyakan pada salah satu dari mereka dan seseorang yang baik hati menjelaskan kepada saya seperti itu”, terang Brodin kepada Pak Erte.

”Ohhh..begitu. Wah enak ya, tidak pakai uang tapi masih bisa membeli”, komentar Pak Erte. ”Kamu sekarang enak ya, punya kartu kredit bisa untuk beli apa saja. Tapi…apa kartu itu juga bisa dipakai untuk membeli di desa ini Din?” tanya Pak Erte. ”Para penjual dan orang-orang di desa ini kan tidak ada yang kenal kartu begituan Din”, sambungnya lagi.

”Oh….bukan…, bukan itu maksud saya dengan membawa kartu ini”, kata Brodin. ”Lantas untuk apa Din?” tanya Pak Erte yang nampak semakin penasaran.

”Saya hanya ingin tidak usah membawa uang dan dengan demikian saya tidak usah kawatir kehilangan uang”, tukas Brodin.

”Wah…apa sekarang kamu berubah kaya dan punya banyak uang Din?” tanya Pak Erte.

”Justru itulah masalahnya, saya punya penyakit takut kehilangan uang, padahal sebenarnya saya tidak punya uang”, sahut Brodin.
”Lalu, dari mana kamu mendapat kartu kredit itu Din?” tanya Pak Erte. ”Waktu dikota, saya menemukannya di bak sampah”, jawab Brodin.

23/10/07

Nyawa di gigi

Sudah capek, jauh-jauh Brodin datang dari desa sangat terpencil, akhirnya sampai juga ke kota untuk berobat giginya yang sakit.

Brodin terlihat sangat sedih ketika dokter gigi bilang, "ini sudah terlalu parah......., gigi bapak harus dicabut.......mau ya pak?"

"Kalau memang sudah waktunya, saya cuma pasrah menerima saja dok, tapi tolong beri kesempatan saya untuk menulis surat wasiat dulu".

"Lho...kok nulis surat wasiat segala.....kayak orang mau meninggal...??!!", tanya dokter gigi keheranan.

Dengan sedikit terbata Brodin berkata, "Dokter......maafkan saya ini ndak tamat sekolah....maklum saja kalau sampai sekarang saya masih belum tahu dimana Tuhan meletakkan nyawa saya.........saya takut Tuhan meletakkan nyawa saya pada gigi saya.....sehingga kalau dokter mencabutnya.....nyawa saya akan ikut tercabut.." Air mata Brodin pun mulai meleleh dipipinya.

Dokter gigi tersenyum dan mencoba bercanda untuk menghiburnya, "Ah..pak Brodin ini bisa-bisa saja......tenang saja pak......masih jauh dari nyawa kok.."

Mendengar itu Brodin malah lebih serius mimik mukanya, "Tidak bisa Dok, saya serius ini......saya hanya mau dicabut gigi saya setelah menuliskan wasiat saya...".

"Tenang saja pak.....saya sudah pengalaman puluhan tahun kok...., belum ada pasien saya yang nyawanya melayang karena saya cabut giginya. Nanti saya buktikan deh....setelah gigi bapak saya cabut, bapak akan baik-baik saja.....", kata Dokter gigi sambil tetap tersenyum dengan tenang.

Brodin terdiam sejenak.........lalu berkata, "begini saja Dokter, berikan saya dua pilihan..........., yang pertama saya saja yang mencabut gigi Dokter dan saya yakin nyawa Dokter juga terletak di gigi Dokter.....atau pilihan kedua.....Dokter tunjukkan dimana Tuhan meletakkan nyawa manusia.......gimana?"

Dokter gigi jadi terbengong, "bee...#$%&(*&^%$."

09/10/07

Keris kenang-kenangan

Atasan ane yang orang Scandinavia itu tiba-tiba datang ke ane. Ehh..ternyata bukan soal kerjaan yang dibicarakan sama beliau. Beliau malah bicara soal keris…Ini bule kok malah ngomong soal keris?

Ternyata beliau bermaksud memberikan kenang-kenangan untuk rekannya yang juga orang Scandinavia. Beliau sih cuma pengen memberikan sesuatu yang khas dari jawa dan dia pilih keris. Itu saja sih.

Ane bilang sama beliau, ”bagus itu”. Tapi bukan komentar itu yang beliau inginkan dari ane. ”Aku yakin pilihanku memberi keris sangat bagus untuk teman aku itu, tapi aku kawatir tidak tahu harus ngomong apa soal keris kepada temanku itu, boleh beri aku sedikit alasan”, pinta beliau kepada ane.

Waah..pikir ane, ane nih bukan asli bener orang jawa. Darah ane separo jawa, seperempat madura, seperempatnya lagi sunda. Ane tinggal di jawa timur dan ndak pernah mengoleksi keris. Melihat ane agak bengong, lalu beliau bilang, “kamu kan kenal keris lebih lama dari pada aku, ayolah cerita sedikit, nggak benerpun nggak apa-apa”, pintanya lagi.

Gimana yah…ok lah, ane jawab sekenanya aja. “Bilang aja sama temenmu itu, kalau seandainya orang jawa bisa bikin bom, kamu mesti aku hadiahi bom dari jawa. Tapi orang jawa bisa bikin keris, makanya aku kasih saja kamu keris dari jawa”. Mendengar itu, beliau tersenyum,” bener juga kamu’, kata beliau kepada ane.

”Terus…?” tanya beliau lagi. Ane jawab aja, ”ya..keris itu apa sih? Masak keris mau dipakai perang? Keris itu sudah kuno, dari jaman kerajaan-kerajaan di jawa dulu. Keris itu hanya simbul aja bagi orang jawa. Keris itu kan terdiri dari isi dan kerangka. Isi itu simbul dari jiwa, kerangka itu simbul dari badan. Isi itu simbul pengetahuan kebenaran atau kebenaran pengetahuan sedangkan kerangka itu simbul dari aturan-aturan dan etika atau keindahan. Kalau cuma isi saja tanpa kerangka itu bisa berbahaya dan dapat membuat celaka bahkan kematian bagi orang lain maupun diri sendiri. Kalau hanya kerangka, biarpun indah namun tanpa makna dan keris itu sendiri mati. Sebagai simbul, seorang pemimpin membawa keris. Kalau sekarang keris itu telah berubah menjadi tongkat komando ditangan komandan militer. Cuma tongkat komando sekarang tanpa kerangka. Yah..semoga saja tidak membuat celaka….hehehe. Tapi kalau seorang komandan militer menenteng-nenteng keris khan juga lucu jadinya.
Atasan ane agak manggut-manggut. ”Ooo begitu yah….bagus, menarik untuk diceritakan kepada temanku nanti’, kata beliau. ”Yah…kira-kira seperti itu sih yang pernah saya denger”, sahut ane. ”Tapi banyak orang di jawa yang sangat menghormati keris, bahkan ada upacara-upacaranya segala termasuk memandikan keris. Aku lihat itu di tv, kenapa pula kok dimandikan segala ya?”, sambung beliau. ”Yah…mandi biar bersih, jiwa juga perlu dibersihkan”, jawab ane, sekenanya saja sih. ”Kamu juga menghormati keris seperti itu?” tanya beliau lagi. Ane jawab singkat aja….”You know that I am a muslim”.