30/05/07

Misuh pakai tangan

Seumur-umur, baru kali ini saya mendengar istilah (maaf) ’misuh pakai tangan’.
Pertama kali dengar justru dari anak saya, si anak kelas tiga es de.
’Misuh’ adalah bahasa jawa yang artinya melontarkan kata-kata kotor.

Malam itu anak saya sedang makan bareng bersama tiga orang saudara sepupunya yang kebetulan lagi menginap dirumah. Mereka sebaya.

Agak rame suasana santap malam mereka dengan suara celoteh anak dan saling cerita diantara mereka. Saya dan istri yang lagi duduk tidak jauh dari mereka kurang memperhatikan obrolan mereka sampai suatu ketika anak saya mengatakan pada saudara-saudara sepupunya, ”misuh pakai tangan itu ndak boleh lho…., dosa”.

Begitu mendengar itu dari anak saya, karuan saja saya langsung melebarkan telinga seraya mengarahkan pandangan pada mereka, apa maksudnya??

Ternyata saudara sepupu anak saya juga pada bengong memandang ke arah anak saya. Salah satu dari mereka bertanya, “misuh pakai tangan itu gimana sih…?” Yang lainnya menimpali, “iya…gimana misuh pakai tangan…?”

“Ehh…itu nggak boleh dilakukan…” jawab anak saya.
“Nggak boleh gimana…..?” “Iya……nggak boleh gimana…?? desak yang lain.

Saya perhatikan, anak saya agak kikuk juga, namun akhir dia mau menerangkan juga.
“Walaaah…gini lho……tapi ini gak boleh lho ya…….astagfirullah.. astagfirullah.. astagfirullah.....” kemudian dia mengangkat tangannya hanya sedikit diatas meja, jari tengah diacungkan…”gini ini contohnya….misuh pakai tangan..”

Yang lain mulai mengangguk-angguk. Salah satu berkomentar, ”oohhh jadi…kalau begini (sambil misuh pakai tangan) itu gak boleh ya…”
Yang satu lagi malah membentak…..”husss….ndak boleh gitu, kalau gini (sambil misuh pakai tangan) harus astagfirullah dulu….seperti Dea itu…”.
Si Dea ganti sewot, ”wiss…gak gitu semua……salah kabeh……ruwet...ruwet…”

Geli juga mendengar dan melihat ulah mereka itu, namun sekaligus aneh juga saya rasakan pada diri saya ini. Jangan-jangan ada tingkah laku atau gerak-gerik saya selama ini yang ternyata itu merupakan ’simbol’ misuh atau ’buruk’ atau tak senonoh……..

Mungkin juga waktu saya memberikan atau menjadi contoh sesuatu pada anak saya dengan maksud baik ternyata contoh saya itu merupakan contoh ’buruk’. Padahal setiap perilaku kita itu adalah contoh. Atau sebaliknya bila ada pelajaran atau contoh untuk saya, malah saya menangkapnya salah…….Masih mending anak saya yang lebih pandai dari saya, sebelum memberi contoh, minta ampun dulu….astagfirullah…astagfirullah….astagfirullah…..

29/05/07

Maksudnya apa sih, orisinil....

“Bantuin mengerjakan pe-er KTK, menggambar bebas pa….”

”Lho adik kan bisa menggambar sendiri…”

”Iya…maunya sih gitu..tapi Dea mau gambar apa,…..bingung…nih pa”
“Bantuin dong pa........Papa yang menggambar nanti Dea yang mewarnai aja ya pa…kalau enggak......eeng... papa kasih contoh gambar aja deh......nanti Dea yang niru…”

“Lho itu namanya kan gak orisinil hasil kerja adik sendiri….”

”Orisinil..?? Maksud papa apa sih…orisinil..?”

”Orisinil maksudnya asli…..maksudnya yang menggambar itu asli dari adik sendiri, bukan dari mencontoh atau dibantu yang lain…..”

”Papaaa…pusing papa ini..ruwet, Dea ndak bisa menggambar nih, bantuin kenapa sih pa…ndak usah orisinil, besok dikumpulin nih pa…”

”Ya udah deh….kali ini papa gambarkan…..lain kali gambar sendiri…..”

”Yesss..!! Cepetan ya pa”.

Akhirnya gambar sudah selesai. Sebuah gambar rumah dengan taman bunga. Meskipun tidak bagus tapi lumayan untuk ukuran anak esde, paling tidak anak saya puas dengan gambar itu. Kemudian Dea anak saya pamit untuk tidur, meninggalkan saya sendiri yang masih kepikiran tentang orisinil.

Saya jadi ragu, orisinil…..? Pertanyaan anak saya seolah masih terngiang ditelinga, “maksud papa apa sih…orisinil..?”

Waktu saya menggambar rumah tadi apa benar layak dikatakan orisinil dari saya..??
Lho..padahal saya sendiri khan sekedar mencontoh dari apa yang pernah saya lihat dan tersimpan dalam memori saya. Dulu waktu kecil juga pernah diajari pak de menggambar rumah dan bunga…itu juga terekam dalam memori saya. Bahkan cara memegang potlot saja dulu mencontoh apa yang sudah diajarkan, itu juga terekam dalam memori. Apa yang sudah saya lihat atau saya pelajari semuanya terekam dan mungkin sudah campur aduk ndak karuan. Waktu saya menggambar tadi khan juga dibantu oleh tangan, mata, lampu dan sebagainya. Weleeeh……lantas apanya yang orisinil……???
Tidak….!! Tidak ada yang orisinil dari saya kalau gitu....!! Terlalu sombong bila saya katakan saya berbuat yang orisinil…….oooohh tidaak..!! Ampuni saya……Yang Memberi Kemampuan kepada sayalah yang orisinil…..Yang Punya warnalah yang orisinil menggambar....Yang Memberi contohlah yang orisinil…Yang Mengajari yang orisinil….bukan saya tapi hanya Dia yang ORISINIL.

28/05/07

Sabar apa syukur sih pa...

“Bisa nggak ya pa, Dea ranking 1..???”

“InsyaAllah bisa….makanya rajin belajar dan sabar ya..”, jawab saya.

“Dea semester kemarin masih rangking 4., mesti sabar ya pa, masih dapat rangking 4..?”

“Lho….khan sudah bagus dapat rangking 4……mestinya bersyukur….”, sahut saya.

“Papa gimana sih, tadi disuruh bersabar....terus bilang syukur…?”

“Iya, kalau mau dapat rangking 1 ya bersabar……kalau kemarin sudah dapat rangking 4 ya bersyukur”.

“Jangan mbingungi gitu tah..pa……….sabar apa syukur sih”

“Gini lho….., apapun yang sudah diperoleh…sekarang atau kemarin-kemarin…..kita mesti bersyukur…..soalnya yang telah kita dapat itu adalah yang terbaik bagi kita. Yakin, yang kita peroleh itu adalah yang paling layak buat kita, bila tidak layak bagi kita maka tidak kita dapatkan.

Sedangkan kalau kita menginginkan sesuatu, maka kita harus bersabar, bersabar akan sesuatu yang belum kita dapatkan…...”.

“Lho pa…., kalau lama ndak dapat-dapat yang dinginkan gimana pa..? Dea khan maunya cepet dapat rangking satu…..masak suruh sabar, nunggu terus….capek deh..”

“Lho….sabar itu khan bukan menunggu, bukan apa katanya nanti yang akan terjadi…..bukan berarti yang terjadi biarlah terjadi…..bukan berarti menyerah….

Ingat cerita tikus kecil yang bersabar….tikus kecil bertindak hati-hati, waspada agar tidak diterkam kucing…..artinya juga tikus kecil berusaha untuk mencapai keinginan atau berusaha agar tidak diterkam sama kucing.

Nah, sekarang Dea kepingin rangking 1, makanya harus hati-hati, jangan tergoda untuk main aja dan waspada, jangan sampai males ndak belajar, berusaha dengan keras belajar. Begitulah orang sabar.

Sabar gimana sih pa....

Waktu menjelang tidur malam, anak saya kadang minta dibacakan cerita. Malam itu entah kenapa dia sebelum tidur malah bertanya, “sabar itu gimana sih pa..???

Walah…gimana ya..??
Papa ceritakan kisah anak tikus yang sabar aja ya….


Ceritanya gini;

Ada anak tikus yang setelah seharian main, pulang kerumahnya.

Dirumah anak tikus ditanya sama emaknya, "dari mana saja seharian?"

Anak tikus menjawab, "habis main dengan anak kucing".

"Lho…. kok berani kamu main sama anak kucing?!!", tanya emaknya terheran-heran.

"Untung kamu tidak di caplok sama bapaknya", lanjut emaknya.

"Tidak kok mak, mereka itu kucing yang baik, mereka itu sudah haji".

"Benar begitu, kucing yang sudah naik haji itu baik, tidak mencaplok tikus?" tanya emaknya penasaran.

"Buktinya saya main kesana, sampai sekarangini saya baik-baik saja", sahut anak tikus.

"Baiklah kalau gitu, emak akan bertandang bersilahturrahim kerumah kucing haji itu".

Keluarlah emak tikus untuk bertandang ke rumah kucing.

Begitu kucing melihat emak tikus, langsung disergapnya emak tikus dan disantap bareng-bareng oleh satu keluarga kucing.

Anak tikus yang mengetahui hal itu, dia baru sadar bahwa ternyata dirinya dibiarkan hidup dan bermain dengan anak kucing, hanyalah siasat kucing untuk mendapatkan makanan yang lebih besar, yaitu emaknya, tikus besar.

Mulai hari itu anak tikus mengumumkan keseluruh penduduk tikus bahwa jangan sampai percaya dengan kucing, sekalipun mereka sudah haji.

Mulai saat itu, anak tikus dan seluruh penduduk tikus selalu bersabar dengan cara mengendap-endap, tengok kanan-kiri, selalu buka mata dan telinga untuk menghindari sergapan kucing.

Tindakan kehati-hatian, waspada agar terhindar dari celaka atau kerugian yang dilakukan tikus itulah yang disebut "SABAR".

26/05/07

Kasih saja kenapa sih pa.........

Gimana sih caranya mengajarkan untuk melakukan sesuatu ‘tepat sasaran’ kepada anak kecil?

Anak saya ini memang masih kelas 3 esde…cuma lumayan cerewet juga sih. Apa yang ditanyakan maunya mesti mendapat penjelasan yang ‘ilmiah’ atau ‘make sense’ menurut pemikirannya…..namun kalau dia ngomong atau komentar kadang malah seperti sekenanya aja.

Suatu sore saya sempat mengantarkan dia beli pizza untuk dibawa pulang dan dimakan bareng dirumah. Dalam perjalanan balik kerumah saya harus memelankan mobil dan kemudian berhenti pas di bawah lampu stopan yang baru saja lampu merahnya menyala.

Seperti pemandangan pada umumnya di lampu stopan, kalau gak pengamen yang datang ya pengemis yang mendatangi pengendara yang sedang berhenti dan memanfaatkan waktu selama nyala lampu merahnya untuk mendapatkan receh demi receh.

Beneran juga, dua orang muda datang menghampiri sisi kanan saya untuk mengamen.
Saya sendiri sepontan celingukan mencari uang receh yang biasanya ditaruh dikotak dekat porseneling. Namun kali ini kelihatan kosong, tak ada uang. Saya putuskan untuk memberi kode menolak kepada dua pengamen itu. Agak kecewa rupanya mereka tapi akhirnya pergi untuk menghampiri kendaraan yang berhenti di belakang saya.

”Kenapa pa..?”, anak saya yang duduk dikursi sebelah kiri saya rupanya diam-diam mencermati betul apa yang barusan terjadi.
Saya jawab sekedarnya dengan balik bertanya, “apanya sih yang kenapa..?”
”Yaa..itu tadi…kenapa papa tidak memberinya uang?” tanyanya lagi.

Lampu menyala hijau, saya mulai menginjak gas perlahan melajukan mobil. Belum sempat saya menjawab dia sudah menimpali, ”makanya pa, jangan lupa menyiapkan uang receh, kasihan kan mereka”.

Saya jadi tersenyum dan mencoba membela diri, ’oohh…ndak perlu kasihan kok..bla..bla..”
”Tapi mereka kan perlu bantuan diberi uang pa…kalau nggak gimana cara bantu mereka..?”

Waah…lha kok dia jadi serius gini pikirku…..ehmm….gimana ya jawab pertanyaannya.

Terlintas juga untuk menerangkan bahwa menolong mereka mestinya ya dengan cara yang lebih tepat sasaran pada penyebab bagi mereka menjadi pengamen..bla..bla…memberi uang langsung malah tidak menyelesaikan masalah….bla..bla…tapi walah….ruwet…

Buru-buru akhirnya saya jawab, ”ahh…nanti kan ada lainnya yang urus…..atau tuhanlah pasti yang ngurus..”

Saya berharap setelah saya jawab demikian dia berhenti tidak ngomong soal ini lagi…..

Tapi apa yang meluncur dari mulutnya..??

”Ahh…kasih saja uang kenapa sih pa..?”

”Papa kan punya uang di dompet papa…khan kalau mau berbuat baik lakukan saja…ndak usah mbulet….” Mampuss…….mau jawab apa...(??) Ternyata dia lebih realistis daripada saya yang malah OMDO.